Perkembangan saluran pencernaan ruminansia
Lambung ternak
ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut
beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati) (Gambar 1).
Omasum disebut sebagai perut buku karena tersusun
dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsi omasum belum terungkap dengan
jelas, tetapi pada organ tersebut terjadi penyerapan air, amonia, asam lemak
terbang dan elektrolit.
Gambar 1. Lambung
ruminansia terdiri atas empat ruangan yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum
Pada anak yang masih menyusu dua
ruangan pertama yaitu rumen dan retikulum, relatif masih belum berkembang. Oleh
karena itu, susu ketika mencapai lambung disalurkan melalui suatu lipatan yang
mirip tabung, yang dikenal dengan nama esofageal atau reticular groove,
langsung ke ruangan ke tiga atau ke empat yaitu omasum dan abomasum. Setelah
anak sapi atau domba mulai memakan makanan padat dua ruangan pertama yaitu
retikulum dan rumen (reticulorumen) menjadi membesar, sampai pada hewan
dewasa meliputi 85% kapasitas total lambung. Pada hewan dewasa, esofageal tidak
berfungsi pada keadaan pemberian makan normal. Oleh karena itu, baik air atau
makanan akan lewat masuk ke retikulo-rumen. Akan tetapi, refleks penutupan
tabung tersebut untuk membentuk saluran dapat dirangsang bahkan pada hewan
dewasa, khususnya jika hewan tersebut diberikan minum lewat kran. Makanan akan
diencerkan oleh sejumlah saliva encer, pertama-tama selama makan dan sekali
lagi selama pemamahan (ruminasi). Jumlah saliva yang dihasilkan per hari adalah
150 liter pada sapi dan 10 liter pada domba. Isi rumen rata-rata mengandung
850-930 g air/kg, akan tetapi sering kali berada dalam dua fase yaitu fase cair
di bagian bawah, dimana partikel makanan yang lebih halus akan tersuspensi, dan
lapisan lebih atas yang lebih kering terdiri atas bahan padatan yang lebih
kasar. Perombakan makanan sebagian dicapai melalui cara fisik dan sebagian
dengan cara kimia. Abomasum dan usus halus tempat makanan akan dicerna oleh
enzim yang dihasilkan oleh hewan inang, dan hasil pencernaan akan diserap (Tilman, et al. 1982).
Fungsi anatomik
sistem cerna menurut posisinya terhadap diafragma dapat dikelompokkan menjadi saluran
cerna pradiafragma dan pascadiafragma (Constantinescu dan Constantinescu 2010).
Sistem cerna pradiafragma mencakup mulut, bibir, lidah, gigi, palatum dan
kelenjar ludah. Sistem cerna pascadiafragma mencakup oesophagus, reticulum,
rumen, omasum, abomasum, usus halus dan usus besar. Mastikasi
(mengunyah) merupakan awal proses pencernaan pakan secara mekanis yang
dilakukan dengan melemahkan struktur dan integritas sel bahan pakan. Mastikasi
melibatkan sistem gigi, terutama molar. Aktivitas ini disertai dengan proses hidrasi
terhadap materi pakan dengan insalivasi. Insalivasi yang terjadi di dalam
rongga mulut terjadi melalui sekresi saliva dari kelenjar parotid, kelenjar
mandibular dan kelenjar sublingual. Saliva pada ruminansia mengandung
elektrolit, terutama ion bikarbonat (HCO3 -), fosfat (HPO4 2-), K+ dan Na+ serta
mukus, dan bersifat basa dengan pH sekitar 8,2. Saliva pada ruminansia tidak
mengandung enzim, namun fungsi hidratif terhadap bahan pakan oleh saliva sangat
penting dalam proses pencernaan.
Gambar 2. Skematis
hubungan fungsional organ cerna pada kambing (Aliran pakan ditunjukkan oleh
tanda panah di dalam kompartemen)
Proses mastikasi
dan insalivasi sangat berperan antara lain dalam: (i) Lubrikasi dan maserasi
bahan pakan untuk memudahkan proses menelan dan meningkatkan konsumsi; (ii) Meningkatkan
areal permukaan partikel pakan untuk mempercepat proses kolonisasi mikroba
rumen; (iii) Persiapan untuk hidrasi lanjutan oleh cairan dan enzim
perncernaan; dan (iv) Melepaskan sebagian komponen pakan yang mudah larut dari
komponen pakan lain yang lebih sulit larut. Organ pradiafragma lain yaitu pharynx dan
oesophagus berperan dalam proses deglutinasi yang merupakan refleks fisiologis
yang terjadi setelah terbentuknya bolus. Deglutinasi bertujuan untuk
mempersiapkan bolus sebelum ditelan. Proses ini diawali dengan menekankan lidah
ke bagian pharynx (hard palate) di dalam rongga mulut. Oesphagus
pada kambing berfungsi dalam memobilisasi pakan baik ke arah cranial
maupun caudal, berperan dalam mengeluarkan gas (eruktasi) dan
regurgitasi untuk proses ruminasi. Proses ruminasi diawali dengan kontraksi
gerakan antiperistaltik otot oesophagus yang mendorong pakan di dalam reticulum
kembali ke dalam rongga mulut (Lu et al. 2005).
Organ cerna
pascadiafragma terdiri dari lambung dengan beberapa segmen (rumen,
reticulum, omasum dan abomasum) dan usus (usus kecil dan usus besar)
(Kawas et al. 2012).
Rumen dipisahkan dari reticulum yang berkapasitas
1-2 liter oleh esophageal groove. Kedua organ cerna ini (reticulo-rumen)
merupakan organ utama tempat terjadinya pencernaan fermentatif anaerobik yang
dilakukan oleh populasi bakteri, fungi dan protozoa. reticulo-rumen juga berfungsi sebagai
organ absorbsi dan sekaligus organ ekskresi bagi produk hasil fermentasi. Reticulum
juga berperan dalam menyalurkan pakan dari dalam rumen menuju omasum dengan
melakukan kontraksi yang memiliki efek mencampur dan mendorong pakan.
Omasum berperan dalam mengontrol homogenitas kandungan
air dalam bahan pakan yang telah melalui proses degradasi yang mengalir dari reticulo-rumen.
Peran omasum yang sangat penting adalah
regulasi pelepasan digesta dari reticulo-rumen ke abomasum (Constantinescu
dan Constantinescu 2010).
Usus kecil yang
terdiri dari segmen duodenum, jejunum dan ileum merupakan
lokasi utama berlangsungnya proses pencernaan secara enzimatis setelah proses
pencernaan fermentatif. Organ ini juga berperan penting dalam penyerapan nutrisi
(protein, lemak, vitamin dan mineral) cepat.
Pada ruminansia lain, seperti sapi dan domba kapasitas Usus besar yang terdiri
dari caecum, kolon dan rektum merupakan tempat utama terjadinya proses
dehidrasi terhadap digesta yang mengalir dari usus kecil.
Sumber
Constantinescu, G.M dan I.A. Constantinescu. 2010. Functional Anatomy
of the Goat. In: Solaiman SG editor. Goat Science and Production.
Wiley-Blackwell. 425 p.
Kawas, J.R., O.G. Mahgoub and C.D. Lu. 2012. Nutrition of the Meat Goat.
In: Mahgoub, O., I.T. Kadim and E.C. Webb. editors. Goat Meat Production and
Quality.CABI. p. 161-195.
Lu, C.D., J.R. Kawas andO.G. Mahgoub. 2005. Fibre digestion and utilization
in goats. Small Rumin Res. 60:45-52.
Tilman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprojo., S. Prawirokusumo, and S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar