Masa Kritis Perkembangan Embrio Telur Tetas Ayam
Masa kritis merupakan waktu yang sangat penting dalam proses pembentukan dan perkembangan embrio selama telur ditetaskan. Masa kritis perkembangan
embrio telur tetas pada proses penetasan telur ayam ada empat, yang pertama terjadi
pada awal penetasan. Menurut Sudjarwo (2012) pada masa kritis pertama, terjadi
pada hari ke-1 hingga ke-3 setelah telur dimasukkan ke dalam mesin tetas,
sedangkan menurut Winarto et al.
(2008) bahwa masa kritis pertama terjadi pada hari ke-2 dan ke-4, pada saat
masa kritis ini terjadi pembentukan organ vital seperti, pembuluh darah,
pembuluh syaraf, otak, jantung mulai berdenyut dan lain-lain. Oleh karena itu,
proses candling dapat dilakukan setelah masa kritis pertama pada perkembangan
embrio ayam terlewati karena apabila pada saat masa kritis tersebut telur
terganggu maka akan terjadi kegagalan yang dapat mengakibatkan embrio yang
sudah terbentuk mati. Masa kritis ke-2 terjadi pada hari ke-4 proses penetasan. Hal ini
dikarenakan pada hari ke-4 penetasan, terjadi proses masukkanya otak ke rongga
kepala.
Masa kritis ke 3 terjadi pada hari ke-13.
Masa kritis ke-3 terjadi dikarenakan terjadinya pembentukan corioalantois yaitu
proses bersatunya corion dan alantois. Masa kritis ke -4 terjadi pada hari ke-20,
hal ini dikarenakan embrio mengalami perubahan yang sangat cepat untuk menjadi
anak ayam. Beberapa organ tubuh mulai tumbuh sempurna sehingga cukup peka
terhadap perubahan temperatur udara luar. Vitelina mulai masuk ke rongga
embrio, umbilitas menutup. Terjadi gerakan memutar menuju rongga udara karena
embrio mulai bernafas menggunakan O2. Periode penetasan mengalami masa kritis
pada awal masa pengeraman saat terjadi perkembangan sistem peredaran darah,
sedangkan pada masa akhir pengeraman saat terjadi perubahan fisioliogis dari
sistem pernafasan alantois menjadi gelembung pernafasan (udara), (North, 1990).
Berdasarkan hasil penelitian Sa’diah et al. (2015) menunjukkan bahwa rata-rata kematian embrio telur itik lokal terjadi pada masa akhir
penetasan yaitu tiga hari sebelum
menetas dengan rata-rata T1 85,42%, T2 63,96% dan T3 64,07%.Banyaknya
embrio yang mati dikarenakan pada tiga hari sebelum menetas merupakan masa-masa
kritis bagi embrio. Embrio pada fase ini sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan serta terjadi perubahan fisiologis. Paimin (2004) menyampaikan bahwa
kegagalan dalam penetasan banyak terjadi pada periode kritis yaitu tiga hari
pertama sejak telur dieramkan dan tiga hari terakhir menjelang menetas. Periode
kritis ini terjadi akibat perubahan fisiologis embrio yang sudah sempurna
menjelang penetasan, pada masa akhir inkubasi, terjadi perubahan fisiologis
dari sistem pernafasan alantois yang menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat
begitu pula karbondioksida yang dihasilkan juga meningkat. Terlalu banyak
karbondioksida dalam ruang penetasan dapat menyebabkan kematian embrio apabila
ventilasinya tidak baik.