Selasa, 05 Januari 2016

Pengaruh Bahan Pakan Berserat terhadap Volume Usus

Pengaruh Bahan Pakan  Berserat terhadap Volume Usus

Peberian jenis bahan pakan pada ternak unggas akan sangat berpengaruh terhadap volume usus. Jenis bahan pakan yang berpengaruh terhadap volume usus yaitu bahan pakan yang mengandung serat tinggi khususnya pakan yang mengandung serat Non-starch polysaccharide (NSP) adalah karbohidrat komplek yang terlihat di endosperm dinding sel dari biji cereal. Karbohidrat ini sukar dicerna sehingga lolos dari saluran pencernaan dan mengikat air sehingga viscositas cairan di saluran pencernaan tinggi. Viscositas di saluran pencernaan meningkat dapat meningkatkan viskositas digesta dalam saluran pencernaan yang berdampak padapeningkatan volume dan berat usus. Contoh bahan pakan yang engandung NSP yaitu kedelai, ruput laut. Rakhmawati dan Sulistyoningsih (2004) menyapaikan bahwa unggas yang diberi ransum dengan serat kasar tinggi cenderung memiliki saluran pencernaan yang lebih besar dan panjang hal ini berdapak pada perubahan ukuran saluran pencernaan sehingga menjadi lebih berat, lebih panjang dan lebih tebal sehingga akan mepengaruhi volume usus. Pemberian bahan pakan penyususn ransum yang mengandung fraksi NSP dilaporkan mempengaruhi fisiologi saluran pencernaan. Pemberian ransum mengandung NSP dapat meningkatkan viskositas digesta dalam saluran pencernaan yang berdampak pada peningkatan volume dan berat usus (Yang et al., 2003).
Bahan pakan yang mengandung fraksi serat, selulosa dapat meningkatkan rentension time sehingga digesta akan lebih lama dalam saluran pencernaan yang akan berdampak pada membesarnya organ atau saluran pencernaan. Hasil penelitian Iji et al. (2001) bahwa pemberian fraksi NSP galaktomannan, glukomannan dan galaktoaraban dapat meningkatkan viskositas digesta sampai 21 cP (centi poise) serta berdampak pada meningkatnya volume usus halus 40%-90%.

Sumber :

Iji, P.A., A.A. Saki and D.R. Tivey. 2001. Intestinal development and body growth of broiler chicks on diets supplemented with non-starch polysaccharides. Anim. Feed Sci. Technol. 89:175-188.

Rakhmawati, R dan M. Sulistyoningsih. 2014. Rekayasa pakan melalui biofermentasi limbah ikan terhadap presentase karkas dan panjang usus pada ayam broiler. Bioma. 3(2):27-37.


Yang, C.J., I.Y. Yang, D.H. Oh, I.H. Bae, S.G. Cho, I.G. Kong, D. Uuganbayar, I.S. Nou and K.S. Choi. 2003. Effects of green tea by-product on performace and body composition in broiler chickens. J. Anim. Sci. 16:867-872.

Perkembangan ekologi rumen

Perkembangan ekologi rumen

Pada ternak ruminansia, kemampuan untuk memanfaatkan zat-zat makanan dari pakan yang dikonsumsi  sangat bergantung pada kondisi ekologis rumen. Ekologi rumen meliputi habitat makhluk hidup yang berada pada saluran pencernaan rumen serta kondisi lingkungan yang berada didalamnya (pH, suhu, produk pencernaan). Rumen merupakan habitat istimewa sebagai alat pencernaan fermentatif mikroorganisma, didalamnya terdapat kondisi yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisma dengan didukung suhu, pH, dan kelembaban yang relatif konstan. Suhu rumen berkisar antara 38oC – 42oC dengan pH 6 – 7 (Arora, 1989).
pH rumen bervariasi menurut jenis pakan yang diberikan, namun pada umumnya dipertahankan tetap sekitar 6,8 karena adanya absorbsi asam lemak dan ammonia. pH rumen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi populasi mikroba di dalam rumen. Penelitian Purbowati et al., (2014) menunjukkan bahwa nilai pH cairan rumen sapi Jawa (6,83) sedikit lebih tinggi dari pada sapi PO (6,67), namun keduanya masih dalam kondisi yang normal. 
Volatile fatty acids yakni asam asetat, propionat, butirat, kemudian CO2, CH4 dan kadang-kadang laktat dan suksinat serta H2 merupakan produk akhir dari degradasi karbohidrat. Volatile fatty acids merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Asam asetat dan butirat merupakan sumber energi untuk oksidasi yang bersifat ketogenik, sedangkan asam propionat digunakan untuk proses glukoneogenesis atau bersifat glukogenik (Chuzaemi, 1994). Umar et al. (2011) melaporkan bahwa rasio asetat-propionat sapi Madura dan Peranakan Ongole yang dipelihara secara intensif dengan konsentrat tinggi sebesar 1,85 dan 1,69.
Populasi protozoa dalam rumen berkisar 105-106 sel/ml isi rumen atau berkisar  40-50% dari biomasa rumen dan tergantung dari pakan   induk   semang.   Jika  induk  semang  diberi pakan berserat, maka jumlah protozoa berkisar 25-33% dari biomasa rumen Soeharsono et al. (2010) menyatakan bahwa pada ruminansia muda, dalam rumennya belum terdapat protozoa.  Protozoa baru ada dalam rumen ketika ruminansia muda tersebut kontak dengan hewan lain yang mengandung protozoa atau kontak dengan pakan yang terdapat protozoa di dalamnya.  Protozoa sangat sensitif terhadap asam, dan jumlahnya akan berkurang jika berada pada pH rendah. Hasil penelitian Purbowati et al., (2014) menunjukkan bahwa populasi protozoa cairan rumen pada sapi Jawa (64,12 per µl cairan rumen) lebih rendah dari pada sapi PO (76,33 per µl cairan rumen). 
Konsentrasi bakteri pada sapi dapat mencapai 21 x 109 per ml cairan rumen. Bakteri dalam rumen dapat berasal dari bahan pakan maupun adanya kontak langsung dengan bahan lain yang mengandung bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme rumen yang dominan. Dilihat dari fungsinya, bakteri dalam rumen dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) kelompok utama, yaitu (1) kelompok pencerna selulosa, (2) kelompok pencerna hemiselulosa, (3) kelompok pencerna pati, (4) kelompok pencerna gula, (5) kelompok pemakai laktat, (6) kelompok pembentuk metan, dan (7) kelompok bakteri proteolitik.  Bakteri rumen telah beradaptasi untuk hidup pada kondisi fisik rumen relatif tetap yakni pH 5,5–7,0 dan dalam keadaan anaerob (ada oksigen, tetapi sangat sedikit), suhu 39–40OG, dan konsentrasi produk fermentasi kontinyu, walau tidak begitu tinggi.  Menurut Church (1988) bahwa bakteri rumen terdiri dari bakteri selulolitik, hemiselulolitik, amilolitik, proteolitik, lipolitik dan ureolitik. Bakteri selulolitik menghasilkan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa. Termasuk spesies bakteri ini adalah Bacteriodes succinogenes, Ruminococcus flavefaciens, Ruminococcus albus, dan Butyrivibrio fibrisolvens. Bakteri hemiselulolitik menghasilkan enzim hemiselulase yang terdiri dari Butyrivibrio fibrisolvens, Bacteriodes ruminocola dan Ruminococcus sp. Bakteri amilolitik menghasilkan enzim amilase yang akan mencerna amilum menjadi maltosa dan isomaltosa kemudian diuraikan lagi menjadi glukosa dan glukosa-6-phospat. Spesies bakteri amilolitik yang penting adalah Bacteriodes amylophilus, Streptococcus bovis, Succinomonas amylolitica, dan Bacteriodes ruminocola. Bakteri proteolitik akan menghasilkan enzim protease yang akan memecah protein menjadi peptida dan asam amino. Spesies bakteri proteolitik dalam rumen adalah Bacteriodes amylophylus, Bacteriodes ruminocola, dan Butyrivibrio fibrisolvens. Bakteri lipolitik akan menghasilkan enzim lipase yang akan memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Spesies bakteri lipolitik adalah Anaevovibrio lipolytica, Butyrivibrio fibrisolvens, Treponema bryantii, Eubacterium sp, dan Micrococcus sp. Bakteri ureolitik menghasilkan enzim urease untuk menghidrolisis urea menjadi amonia dan CO2. Species bakteri ureolitik antara lain Succinivibrio dextrinosolvens, Selenomonas sp. Protozoa dari cairan rumen dibagi dua ordo, yaitu Oligotrica dan Holotrica. Spesies Oligotrica antara lain Epidinium ecaudatum, Epidinium tricaudatum, Ophyroscolex sp, dan Polyplastron multiresculatum. Spesies Holotricha terdiri dua yaitu Isotricha (yang berukuran besar) dan Dasytricha (yang berukuran kecil). Termasuk dalam spesies ini adalah Isotricha internalis, Isotricha prostoma, dan Dasytricha ruminantium (Arora, 1989).

Sumber :

Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Church, D. C. 1988. Clasification and importance of ruminant animal. In : The Ruminant Animal, Digestive, Phisiology and Nutrition. Ed. by D. C.Church. A Reston Book. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New York.

Chuzaemi, S. 1994. Potensi Jerami Padi sebagai Pakan Ternak Ditinjau dari Kinetik Degradasi dan Retensi Jerami di Dalam Rumen. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (Disertasi).

Purbowati, E.,  Rianto, E., Dilaga, W.S., Lestari, C.M.S., dan Adiwinarti, R. 2014. Karakteristik cairan rumen, jenis, dan jumlah mikrobia dalam rumen sapi Jawa dan peranakan ongole. Buletin Peternakan. 38(1): 21-26

Soeharsono, K. A. Kamil dan A. Mushawwir. 2010. Sistem gastrointestinal ruminansia. Dalam: Fisiologi Ternak, Fenomena dan Nomena Dasar dari Fungsi serta Interaksi Organ pada Hewan. Soeharsono (ed.). Widya Padjadjaran, Bandung. Hal: 182-284.


Umar, M., M. Arifin and A. Purnomoadi. 2011. Ruminal condition between Madura cattle and Ongole Crossbred cattle raised under intensive feeding. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 36: 213-218.