Perkembangan ekologi rumen
Pada ternak ruminansia, kemampuan untuk
memanfaatkan zat-zat makanan dari pakan yang dikonsumsi sangat bergantung pada kondisi ekologis
rumen. Ekologi rumen meliputi habitat makhluk hidup yang berada pada saluran
pencernaan rumen serta kondisi lingkungan yang berada didalamnya (pH, suhu,
produk pencernaan). Rumen merupakan habitat istimewa sebagai alat pencernaan
fermentatif mikroorganisma, didalamnya terdapat kondisi yang sangat baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisma dengan didukung suhu, pH, dan
kelembaban yang relatif konstan. Suhu rumen berkisar antara 38oC – 42oC
dengan pH 6 – 7 (Arora,
1989).
pH rumen bervariasi menurut jenis pakan yang
diberikan, namun pada umumnya dipertahankan tetap sekitar 6,8 karena adanya
absorbsi asam lemak dan ammonia. pH rumen merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi populasi mikroba di dalam rumen. Penelitian Purbowati et al.,
(2014) menunjukkan bahwa nilai pH cairan rumen sapi Jawa (6,83) sedikit lebih
tinggi dari pada sapi PO (6,67), namun keduanya masih dalam kondisi yang
normal.
Volatile fatty acids yakni asam asetat,
propionat, butirat, kemudian CO2, CH4 dan kadang-kadang laktat dan suksinat
serta H2 merupakan produk akhir dari degradasi karbohidrat. Volatile fatty
acids merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Asam asetat dan
butirat merupakan sumber energi untuk oksidasi yang bersifat ketogenik,
sedangkan asam propionat digunakan untuk proses glukoneogenesis atau bersifat
glukogenik (Chuzaemi, 1994). Umar et al. (2011) melaporkan bahwa rasio
asetat-propionat sapi Madura dan Peranakan Ongole yang dipelihara secara
intensif dengan konsentrat tinggi sebesar 1,85 dan 1,69.
Populasi protozoa dalam rumen berkisar
105-106 sel/ml isi rumen atau berkisar
40-50% dari biomasa rumen dan tergantung dari pakan induk
semang. Jika induk
semang diberi pakan berserat,
maka jumlah protozoa berkisar 25-33% dari biomasa rumen Soeharsono et al.
(2010) menyatakan bahwa pada ruminansia muda, dalam rumennya belum terdapat
protozoa. Protozoa baru ada dalam rumen
ketika ruminansia muda tersebut kontak dengan hewan lain yang mengandung
protozoa atau kontak dengan pakan yang terdapat protozoa di dalamnya. Protozoa sangat sensitif terhadap asam, dan
jumlahnya akan berkurang jika berada pada pH rendah. Hasil penelitian Purbowati
et al., (2014) menunjukkan bahwa populasi protozoa cairan rumen pada sapi Jawa
(64,12 per µl cairan rumen) lebih rendah dari pada sapi PO (76,33 per µl cairan
rumen).
Konsentrasi bakteri pada sapi dapat mencapai 21
x 109 per ml cairan rumen. Bakteri dalam rumen dapat berasal dari bahan pakan
maupun adanya kontak langsung dengan bahan lain yang mengandung bakteri.
Bakteri merupakan mikroorganisme rumen yang dominan. Dilihat dari fungsinya,
bakteri dalam rumen dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) kelompok utama, yaitu (1)
kelompok pencerna selulosa, (2) kelompok pencerna hemiselulosa, (3) kelompok pencerna
pati, (4) kelompok pencerna gula, (5) kelompok pemakai laktat, (6) kelompok
pembentuk metan, dan (7) kelompok bakteri proteolitik. Bakteri rumen telah beradaptasi untuk hidup
pada kondisi fisik rumen relatif tetap yakni pH 5,5–7,0 dan dalam keadaan
anaerob (ada oksigen, tetapi sangat sedikit), suhu 39–40OG, dan konsentrasi
produk fermentasi kontinyu, walau tidak begitu tinggi. Menurut Church (1988) bahwa bakteri rumen
terdiri dari bakteri selulolitik, hemiselulolitik, amilolitik, proteolitik,
lipolitik dan ureolitik. Bakteri selulolitik menghasilkan enzim selulase untuk
menghidrolisis selulosa. Termasuk spesies bakteri ini adalah Bacteriodes
succinogenes, Ruminococcus flavefaciens, Ruminococcus albus, dan
Butyrivibrio fibrisolvens. Bakteri hemiselulolitik menghasilkan enzim
hemiselulase yang terdiri dari Butyrivibrio fibrisolvens, Bacteriodes
ruminocola dan Ruminococcus sp. Bakteri amilolitik menghasilkan
enzim amilase yang akan mencerna amilum menjadi maltosa dan isomaltosa kemudian
diuraikan lagi menjadi glukosa dan glukosa-6-phospat. Spesies bakteri
amilolitik yang penting adalah Bacteriodes amylophilus, Streptococcus
bovis, Succinomonas amylolitica, dan Bacteriodes ruminocola. Bakteri
proteolitik akan menghasilkan enzim protease yang akan memecah protein menjadi
peptida dan asam amino. Spesies bakteri proteolitik dalam rumen adalah Bacteriodes
amylophylus, Bacteriodes ruminocola, dan Butyrivibrio fibrisolvens.
Bakteri lipolitik akan menghasilkan enzim lipase yang akan memecah lemak
menjadi gliserol dan asam lemak. Spesies bakteri lipolitik adalah Anaevovibrio
lipolytica, Butyrivibrio fibrisolvens, Treponema bryantii, Eubacterium
sp, dan Micrococcus sp. Bakteri ureolitik menghasilkan enzim urease untuk
menghidrolisis urea menjadi amonia dan CO2. Species bakteri ureolitik antara
lain Succinivibrio dextrinosolvens, Selenomonas sp. Protozoa dari
cairan rumen dibagi dua ordo, yaitu Oligotrica dan Holotrica.
Spesies Oligotrica antara lain Epidinium ecaudatum, Epidinium tricaudatum,
Ophyroscolex sp, dan Polyplastron multiresculatum. Spesies Holotricha
terdiri dua yaitu Isotricha (yang berukuran besar) dan Dasytricha (yang
berukuran kecil). Termasuk dalam spesies ini adalah Isotricha internalis,
Isotricha prostoma, dan Dasytricha ruminantium (Arora, 1989).
Sumber
:
Arora, S. P. 1989. Pencernaan
Mikrobia pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Church, D. C. 1988. Clasification and importance of ruminant animal. In : The Ruminant
Animal, Digestive, Phisiology and Nutrition. Ed. by D. C.Church. A Reston Book.
Prentice Hall, Englewood Cliffs, New York.
Chuzaemi, S. 1994. Potensi Jerami Padi sebagai Pakan
Ternak Ditinjau dari Kinetik Degradasi dan Retensi Jerami di Dalam Rumen.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (Disertasi).
Purbowati, E., Rianto, E., Dilaga,
W.S., Lestari, C.M.S., dan Adiwinarti, R. 2014. Karakteristik cairan rumen, jenis,
dan jumlah mikrobia dalam rumen sapi Jawa dan peranakan ongole. Buletin Peternakan. 38(1): 21-26
Soeharsono, K. A. Kamil dan A. Mushawwir. 2010. Sistem
gastrointestinal ruminansia. Dalam: Fisiologi Ternak, Fenomena dan Nomena Dasar
dari Fungsi serta Interaksi Organ pada Hewan. Soeharsono (ed.). Widya Padjadjaran,
Bandung. Hal: 182-284.
Umar, M., M. Arifin and A. Purnomoadi. 2011. Ruminal condition
between Madura cattle and Ongole Crossbred cattle raised under intensive
feeding. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 36: 213-218.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar